KEBIJAKAN FISKAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kebijakan
fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi
suatu Negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan
moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat
bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah
pengeluaran dan pajak. Kedua kebijakan tersebut merupakan wahana utama bagi
peran aktif pemerintah dibidang ekonomi.
Pada
dasarnya sebagian besar stabilisasi makro ekonomi berfokus pada pengendalian atau
pemotongan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam rangka mencapai
keseimbangan neraca anggaran. Sementara di sisi lain, kebijakan anggaran atau fiskal
untuk membiayai pembangunan ekonomi menghadapi kendala. Persoalannya adalah
kesulitan dalam pembentukan modal.
Oleh
karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai pembangunan publik
yang penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluarannya saja,
tetapi juga pada sisi penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri
dapat digunakan untuk menutupi kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang,
salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi pemerintah untuk membiayai
segala usaha pembangunan adalah penggalakan pajak dan instrumen lembaga-lembaga
keuangan. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang domestik yang
terorganisir dan terkontrol dengan baik, sebagian besar pemerintah negara-negara
dunia ketiga memang harus mengandalkan langkah-langkah fiskal dalam rangka
mengupayakan stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan
sumber-sumber daya domestik.
1.2 Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan kebijakan fiskal? Serta bagaimana penerapan kebijakan
tersebut terhadapa pembangunan ekonomi
2. Apa
yang dimaksud dengan APBN serta tujuannya?
3. Bagaimana
hubungan APBN dengan kebijakan fiskal?
4. Bagaimana
hubungan APBN dengan pembangunan ekonomi?
5. Bagaimana
kebijakan pemerintah dalam mengatasi hutang dalam negeri?
1.3 Tujuan
1. Dapat
mengetahui definisi kebijakan fiskal serta penerapan kebijakan fiskal terhadap
pembangunan ekonomi.
2. Menguraikan
deskripsi APBN
3. Hubungan
kebijakan fiscal dengan APBN
4. Hubungan
APBN dengan perekonomian Indonesia
5. Hutang
dalam negeri
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Beberapa
pandangan kebijakan fiskal menurut pandangan ahli :
·
Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah
pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam
perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi. (Sadono Sukirno, 2003)
·
Kebijakan fiskal adalah kebijakan
ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengolah atau mengarahkan perekonomian
ke kondisi yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara mengubah-ubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. (Prathama Rahardja Mandala Manurung,
Pengantar Ilmu Ekonomi)
·
Kebijakan memiliki dua prioritas, yang
pertama adalah mengatasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dan masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila penerimaan
pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah mengatasi
stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ; pertumbuhan
ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran. (Tulus TH
Tambunan, 2006)
·
Sedangkan, kebijakan fiskal terdiri dari
perubahan pengeluaran pemerintah atau perpajakan dengan tujuan untuk
mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat. Indikator yang biasa
dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan juga
pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak. (Norpin, Ph. D.
1987)
Kebijakan fiskal
merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu
Negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Berdasarkan
dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa
kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah
dalam pengelolaan keuangan Negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian
menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi
pengeluaran Negara yang tercantum dalam APBN.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Peranan
Kebijakan Fiskal dalam perekonomian Indonesia
Kebijakan
fiskal memegang peranan yang cukup penting dalam menstabilkan tingkat kegiatan
ekonomi dan menciptakan tingkat kegiatan ekonomi ke arah tingkat yang
dikehendaki. Pandangan ini dalam buku Keynes menjadi landasan dalam
perkembangan teori makro ekonomi. Pandangan atau keyakinan ini sangat berbeda
sekali dengan yang dianut ahli-ahli ekonomi dan pihak pemerintah di dalam
zamannya ahli-ahli ekonomi klasik. Ahli ekonomi klasik menekankan tentang
perlunya menjalankan anggaran belanja seimbang. Disini mereka menekankan
tentang perlunya menjalankan sistem pasar bebas dan mengurangi campur tangan
pemerintah, termasuk kebijakan fiskal yang aktif dalam perekonomian.
Maka
dari itu diperlukannya kebijakan fiskal baik di sektor dalam negeri maupun
sektor luar negeri. Kebijakan fiskal di sektor dalam negeri dapat berupa kebijakan
anggaran atau politik anggaran :
1. Pembiayaan
fungsional,
Pembiayaan
pengeluaran pemerintah ditentukan sedemikian rupa sehingga tidak langsung
berpengaruh terhadap pendapatan nasional. Tujuan utama adalah meningkatkan kesempatan
kerja (employment). Penerimaan pemerintah dari sector pajak bukan untuk
meningkatkan penerimaan pemerintah, namun untuk mengatur pengeluaran dari pihak
swasta. Untuk menekan inflasi, maka diatasi dengan kebijakan pinjaman. Jika
sektor pajak dan pinjaman tidak berhasil, maka tindakan pemerintah adalah
mencetak uang. Jadi, dalam hal ini sector pajak dengan pengeluaran pemerintah
terpisah.
2. Pengelolaan
anggaran,
Penerimaan
dan pengeluaran dengan perpajakan dan pinjaman adalah paket yang tidak bisa
dipisahkan. Dalam penjelasan Alvin Hansen, untuk mencipatakan anggaran yang
berimbang maka diperlukan resep bahwa jika terjadi depresi, maka dapat ditempuh
anggaran deficit, dan jika terjadi inflasi maka ditempuh anggaran belanja
surplus.
3. Stabilisasi
anggaran otomatis,
Dalam
stabilisasi anggaran ini, diharapkan terjadi keseimbangan antara pengeluaran
dan penerimaan pemerintah tanpa adanya campur tangan langsung pemerintah yang
disengaja. Dalam hal ini, pengeluaran pemerintah ditekan pada asas manfaat dan
biaya relative dari setiap paket program. Pajak ditetapkan sedemikian rupa
sehingga terdapat anggaran belanja surplus dalam kesempatan kerja.
4. Anggaran
belanja seimbang,
Kebijakan
anggaran belnja yang dianut masing-masing Negara dapat berbeda-beda, tergantung
keadaan dan arah yang akan dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjangnya.
Berikut beberapa cara yang dapt ditempuh negara dalam mencapai manfaat
tertinggi dalam mengelola anggaran ;
·
Anggaran Defisit,
(Defisit
Budget) / kebijakan fiskal ekspansif anggaran defisit adalah kebijakan
pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan Negara guna
memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan
ekonomi sedang resesif.
·
Anggaran Surplus,
(Surplus
Budget) / kebijakan fiscal kontraktif anggaran surplus adalah kebijakan
pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar dari pada pengeluarannya.
Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi
yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan
permintaan.
·
Anggaran Berimbang,
(Balanced
Budget) anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran
sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya
kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Sedangkan
kebijakan fiskal di sektor luar negeri memiliki istilah lain yaitu, kebijakan
memindah pengeluaran. Di dalam kebijakan ini pengeluaran para pelaku ekonomi
tidak berkurang, hanya dipindah dan di geser pada bidang yang tidak terlalu
berisiko memperburuk perekonomian. Kebijakan ini dapat dilakukan secara paksa
dan dapat juga dipergunakan dengan memakai rangsangan. Secara paksa kebijakan
ini ditempuh dengan cara :
·
Mengenakan tarif / kuota, dengan
tindakan ini diharapkan masyarakat akan memindah konsumsinya ke komoditi buatan
dalam negeri, karena dengan dikenakannya kedua hambatan perdagangan tersebut,
harga komoditi impor menjadi mahal.
·
Mengawasi pemakaian valuta asing, hal
ini dapat dilakukan dengan memperhatikan maksud dan tujuan orang membutuhkan
dan menggunakan valuta asing. Kemudahan akan diberikan kepada mereka yang akan
menggunakan valuta asing tersebut untuk mengekspor komoditi yang membantu
terpenuhinya kebutuhan rakyat banyak dan demi meningkatkan produktivitas
perekonomian.
Untuk
kebijakan memindah pengeluaran yang dilakukan dengan rangsangan dapat ditempuh
dengan cara :
·
Menciptakan rangsangan-rangsangan
ekspor, misalnya denga mengurangi pajak komoditi ekspor, menyederhanakan
prosedur ekspor, dan lainnya.
·
Menstabilkan upah dan harga di dalam
negeri, dengan demikian akan lebih member iklim yang lebih sehat bagi
masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi produk dalam negeri.
3.2 Pengertian APBN
·
Menurut UU No.17 Tahun 2003, Anggaran
Pendapatan Belanja Negara atau APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah
Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
·
Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945, Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
·
Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945, Rancangan
Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara diajukan oleh presiden untuk
dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
3.3 Tujuan APBN
Kebijakan
ekonomi Indonesia pada dasarnya merupakan kesinambungan dari kebijakan
tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan ekonomi ditujukan untuk memperkuat
fundamental ekonomi yang sudah membaik dan mengantisipasi berbagai tantangan
baru yang mungkin timbul. Sasaran kebijakan ekonomi adalah menjaga stabilitas
ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang baik
dapat menyerap lebih besar tenaga kerja sehingga mengurangi kemiskinan. Oleh karena
itu APBN dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengendali tingkat inflasi.
Jumlah penerimaan dan pengeluaran APBN harus digunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara dan masyarakat.
3.4
Hubungan Antara APBN dan Kebijaksanaan Fiskal
Bila diperhatikan
hal ini sejalan dengan pengertian umum bahwa kebijaksanaan fiskal adalah
kebijaksanaan yang dilaksanakan lewat APBN. Dari semua unsur APBN hanya
pembelanjaan negara atau pengeluaran dan pajak yang dapat diatur oleh
pemerintah dengan kebijakan fiskal.
Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami
inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan
cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan
harga. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Pengaruh
kebijaksanaan fiscal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang
berurutan, yaitu :
1. Bagaimana
suatu kebijaksanaan fiscal diterjemahkan menjadi suatu APBN, dan
2. Bagaimana
APBN tersebut mempengaruhi perekonomian, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Dalam bagian ini
kita akan mengkaji tahap (1) yaitu bagaimana suatu kebijaksanaan fiscal
diterjemahkan menjadi suatu APBN. Khususnya disini akan dibahas makna dari
suatu kebijaksanaan fiscal dilihat dari struktur pos-pos APBN.
APBN mempunyai
dua sisi, yaitu sisi yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat
penerimaan. Sisi pengeluaran mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan
uang untuk pelaksanaannya. Dalam praktek macam pos-pos yang tercantum di sisi
ini sangat beraneka ragam dan mencerminkan apa yang ingin dilaksanakan
pemerintah dalam programnya. Untuk tujuan pembahasan disini cukup bagi kita
untuk menganggap bahwa sisi ini terdiri dari 3 (tiga) pos utama, yaitu:
Ø Pengeluaran
pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.
Ø Pengeluaran
pemerintah untuk gaji pegawainya.
Ø Pengeluaran
pemerintah untuk transfer payments yang meliputi, pembayaran subsidi atau
bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun,
pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat.
Semua pos pada
sisi pengeluaran tersebut memerlukan dana untuk melaksanakannya. Sisi
penerimaan menunjukkan dari mana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada
empat sumber utama untuk memperoleh dana tersebut, yaitu :
Ø Pajak
(berbagai macam).
Ø Pinjaman
dari Bank Sentral.
Ø Pinjaman
dari masyarakat dalam negeri.
Ø Pinjaman
dari luar negeri.
3.5 Hubungan antara APBN dengan
Pertumbuhan Ekonomi :
APBN dan
pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Alokasi dana
yang terdapat di dalam APBN digunakan untuk pembangunan. Dengan adanya
pembangunan ekonomi akan tercipta pertumbuhan ekonomi. APBN dan pertumbuhan
ekonomi merupakan dua indicator yang penting dalam menentukan tingkat
kemakmuran rakyat. Indicator-indikator yang menjadi asumsi di dalam penyusunan
APBN adalah indicator makro ekonomi yang menjadi indicator dalam proses
pertumbuhan ekonomi.
Beberapa
kebijakan dalam pengelolaan APBN senantiasa diarahkan kepada pertumbuhan
ekonomi, walaupun pertumbuhan ekonomi itu sendiri tidak bisa dipaksakan. Ada
beberapa contoh pandangan ekonom yang menganalisa hubungan antara APBN dengan
pertumbuhan ekonomi. Seperti yang ditulis oleh M. Sadli dalam kliping Berita
Ekonomi dan Opini Ekonomi pada tahun 2007 yang berjudul : “pertumbuhan Ekonomi
Tidak Bisa Dipaksakan”. Selain itu ada beberapa alasan yang mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi bergerak lambat walaupun stabilitas ekonomi makro sudah
tercapai :
Ø Masih
tingginya pengangguran dan kerentanan pasar tenaga kerja. Pengangguran yang
tinggi terkait kepada pertambahan penduduk dan kualitas pendidikan dan skill
sebagian terbesar SDM kita. Di lain pihak pasar tenaga kerja juga kurang
fleksibel, dalam artian amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi tenaga kerjanya
jika pasarnya mulai menurun. Disisi lain karena hubungan industrial di
Indonesia kurang menguntungkan perusahaan maka akan banyak investor
internasional yang tidak akan mau menanamkan modalnya di Indonesia. Investor
tersebut lebih memilih negara lain, seperti ; Cina dan Vietnam.
Ø Lemahnya
kegiatan investasi dan permasalah fundamental. Lemahnya kegiatan investasi baru
karena bagi pengusaha kepastian hokum sejak reformasi telah berkurang.
Indonesia sekarang terkenal sebagai high-cost economy. Hal ini menggambarkan
salah satu sumber ekonomi biaya tinggi dan mengakibatkan kurang memadainya
infrastruktur. Karena seperti yang diketahui sejak tahun 1998, tidak ada
investasi pemerintah di bidang infrastruktur ini. Sebetulnya masih ada suatu
rintangan fundamental juga yakni, intermediasi system perbankan belum bisa
bekerja secara normal, karena ketatnya prudential rules yang baru dan masih ada
trauma kredit macet. Pemerintah sendiri harus memaksimalkan investasi lewat
anggaran belanjanya, misalnya untuk membangun infrastruktur yang tidak
menguntungkan bagi investor swasta. Tetapi, pengelolaan APBN ini masih
mengandung permasalahan sendiri yang juga terkait dengan prinsip kehati-hatian
(prudence).
3.6 Hutang Dalam Negeri
Krisis ekonomi
yang menimpa Indonesia sejak terjadinya depresi rupiah secara tajam di
pertengahan tahun 1997 telah memberikan dampak yang sangat luas bagi bangsa
Indonesia. Program penyehatan dan rekapitalisasi perbankan nasional yang
diterapkan pemerintah sebagai upaya bagian dari upaya penyelamatan dan
pemulihan ekonomi ternyata telah menimbulkan tekanan fiscal yang sangat berat
sebagai akibat beban pembayaran bunga atas obligasi dan surat utang yang
diterbitkan pemerintah untuk membiayai program penyehatan tersebut.
Kurs rupiah
terhadap dolar AS yang pada tanggal 6 juli 1997 masih berkisar Rp 2.430 telah
melemah menjadi Rp 15.300 pada tanggal 10 Juli 1998. Sebagai akibatnya tingkat
inflasi melonjak mencapai 77,5% pada tahun 1998, padahal dalam tahun 1997
berkisar 10,3% dan tahun 1996 hanya 7,9%. Aktivitas produksi juga mengalami
penurunan yang sangat drastis, ini ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan produk
domestic bruto (PDB) dalam tahun 1998 yang negative 13,2%, padahal dalam tahun
1997 masih meningkat sebesar 4,9%.
Depresiasi yang
tajam ini juga telah mengakibatkan neraca sektor yang tajam ini juga telah
mengakibatkan neraca sector perbankan kita mengalami insolvabilitas pada awal
kwartal keempat tahun 1998. Data menunjukkan bahwa neraca gabungan bank umum
pada akhir Oktober 1998 menunjukkan capital
equity (modal) yang negatif sebesar Rp 28,5 triliun, dan bahkan pada akhir
Maret 1999 menjadi negative Rp 244,6 triliun. Jelas sekali bahwa besarnya angka
indicator insolvabilitas tersebut menunjukkan betapa parahnya bencana yang
dialami sector perbankan kita saat itu dimana ancaman kebangkrutan total telah
berada di ujung tanduk.
Dalam rangka
penyelamatan sektor perbankan, pemerintah menerapkan program restrukturisasi
dan rekapitulisasi bank-bank umum. Program ini dibiayai pemerintah dengan
menerbitkan surat utang kepada Bank Indonesia untuk keperluan program
penjaminan (termasuk pengalihan hak taguh BLBI) dan menerbitkan obligasi negara
kepada bank-bank umum dalam rangka rekapitulisasi. Saat ini, surat utang yang
diterbitkan kepada Bank Indonesia bernilai nominal sebesar Rp219,2 triliun dan
obligasi Negara yang diterbitkan untuk membiayai program rekapitulisasi
perbankan bernilai Rp 404,8 triliun. Penerbitan surat utang dan obligasi negara
tersebut menimbulkan tambahan beban pada sisi pengeluaran di dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni berupa pembayaran bunga utang dalam
negeri.
3.7 Alternatif Kebijakan
Ø Untuk
mengatasi utang dalam negeri pemerintah dari bunga obligasi negara yang sangat
tinggi sebaiknya agar pemerintah membuat kebijakan yang menyeluruh untuk
menurunkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), menggerakkan
sector riil, dan menciptakan lapangan keja.
Ø Birokrasi
pemerintah Indonesia sudah sangat besar sehingga menjadi sangat boros dan
membuat pembiayaan negara tinggi sehingga sudah waktunya untuk dilakukannya
pemangkasan birokrasi dengan kebijakan membuat pertumbuhan birokrasi menjadi
zero growth.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kebijakan
fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi
suatu Negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat
disimpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang
dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan Negara untuk mengarahkan
kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber
penerimaan dan alokasi pengeluaran Negara yang tercantum dalam APBN.
Pada
dasarnya sebagian besar stabilisasi makro ekonomi berfokus pada pengendalian
atau pemotongan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dalam rangka mencapai
keseimbangan neraca anggaran. Sementara di sisi lain, kebijakan anggaran atau
fiskal untuk membiayai pembangunan ekonomi menghadapi kendala. Persoalannya
adalah kesulitan dalam pembentukan modal.
Oleh
karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai pembangunan publik
yang penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluarannya saja,
tetapi juga pada sisi penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri
dapat digunakan untuk menutupi kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang,
salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi pemerintah untuk membiayai
segala usaha pembangunan adalah penggalakan pajak dan instrumen lembaga-lembaga
keuangan. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang domestik yang
terorganisir dan terkontrol dengan baik, sebagian besar pemerintah
negara-negara dunia ketiga memang harus mengandalkan langkah-langkah fiskal
dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan
sumber-sumber daya domestik.