Daftar Blog Saya

Senin, 14 April 2014

LIMIT by LPM Marginal


MAJALAH by LPM Marginal


BURSA (BUAH KREATIVITAS BERSAMA) by LPM Marginal


PPH 21 dan PPH 26

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pajak Penghasilan (pph) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Pajak penghasilan pasal 21 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh pemotong pajak, yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.
      Pajak penghasilan pasal 21 yang telah dipotong dan disetorkan secara benar oleh pemberi kerja atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Bagi pegawai atau orang pribadi yang memperoleh penghasilan lain selain penghasilan yang pajaknya telah dibayar atau dipotong dan bersifat final, pada akhir tahun pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Tahunan pph Orang Pribadi dan atas Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun.
      Selanjutnya dasar hukum pengenaan pajak penghasilan pasal 21 adalah pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan; Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 31/pj./2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/ atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi telah diubah dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 57/Pj./2009 Tanggal 12 Oktober 2009.






BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Ketentuan Umum pph Pasal 21 dan/atau pph Pasal 26
Ada beberapa ketentuan umum dalam pph pasal 21 dan pph pasal 26 sebagai pedoman teknisnya meliputi :
Ø  Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut pph Pasal 21, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Ø  Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi subjek pajak luar negeri, yang selanjutnya disebut pph pasal 26, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 Undang-Undang Pajak penghasilan.
Ø  Pemotong pph Pasal 21 dan/atau pph Pasal 26 yaitu wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak Badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan oaring pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Ø  Penerima penghasilan yang dipotong pph pasal 21 yaitu orang pribadi dengan status sebagai subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang tidak dikecualikan dalam peraturan Direktur Jenderal Pajak, dari pemotong pph pasal 21 dan/atau pph pasal 26 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.

2.2 Pemotong Pajak dan Pengecualian Sebagai Pemotong Pajak
v  Pemotongan pajak atas penghasilan pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, wajib pajak dilakukan oleh:
Ø  Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun, sebagai imbalan sehubungan denganm pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
Ø  Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada pemerintah pusat termasuk institusi TNI/POLRI, pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
Ø  Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
Ø  Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:
§  Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
§  Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri;
§  Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
Ø  Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apa pun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

Tidak termasuk sebagai pemotong pajak atau pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pph pasal 21 adalah sebagai berikut:
§  Kantor Perwakilan Negara Asing.
§  Organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf “c” Undang-Undang Pajak Penghasilan yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sebagai contoh IMF, ILO, dan lain sebagainya.
§  Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

v  Pajak penghasilan pasal 26 dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan penghasilan tersebut, yaitu:
Ø  Badan pemerintah;
Ø  Subjek pajak dalam negeri;
Ø  Penyelenggara kegiatan;
Ø  Bentuk usaha tetap; atau
Ø  Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
Yang melakukan pembayaran kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Dikecualikan sebagai pemotong pajak PPh pasal 26 atas imbalan dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi luar negeri dan organisasi internasional.

2.3 Objek Pajak PPh Pasal 21 dan 26
Penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 sebagai berikut:
Ø  Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun yang tidak teratur.
Ø  Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
Ø  Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, dan pembayaranb lain sejenis.
Ø  Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
Ø  Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
Ø  Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun.


Jumat, 10 Januari 2014

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK



PENGERTIAN SIKLUS AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK


Pada hakikatnya, orang belum dapat dikatakan paham dalam penyusunan laporan keuangan jika belum memahami siklus akuntansi. Kenapa? Akuntansi, pada dasarnya, merupakan suatu proses pengolahan informasi yang menghasilkan keluaran berupa informasi akuntansi, yang salah satu bentuknya adalah laporan keuangan.
Laporan keuangan adalah hasil akhir dari suatu proses akuntansi, yaitu aktivitas pengumpulan dan pengolahan data keuangan untuk disajikan dalam bentuk laporan keuangan atau ikhtisar-ikhtisar lainnya yang dapat digunakan untuk membantu para pemakainya dalam mengambil keputusan. Penyusunan suatu laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dipertanggung-jelaskan serta dapat diterima secara umum, didasari pada prinsip akuntansi, prosedur-prosedur, metoda-metoda, serta teknik-teknik yang tercakup dalam ruang lingkup akuntansi. Aturan penyusunan suatu laporan keuangan dapat disebut sebagai siklus akuntansi.
Siklus akuntansi merupakan sistematika pencatatan transaksi keuangan, peringkasannya, dan pelaporan keuangan 
            Siklus akuntansi merupakan suatu proses penyediaan laporan keuangan organisasi suatu periode akuntansi tertentu. Siklus akuntansi terbagi menjadi pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan selama periode tersebut, bersumber dari transaksi atau kejadian selanjutnya dimulailah siklus akuntansi mulai dari :
1.      penjurnalan transaksi atau kejadian,
2.      pemindahbukuan ke dalam buku besar, dan
3.      penyiapan laporan keuangan pada akhir periode.
Pekerjaan yang dilakukan pada akhir periode termasuk mempersiapkan akun untuk mencatat transaksi-transaksi pada periode selanjutnya. Banyaknya langkah yang harus dilakukan pada akhir periode secara tidak langsung menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan dilakukan pada bagian akhir. Walaupun demikian, pencatatan dan pemindahbukuan selama periode tersebut membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan pekerjaan di akhir periode.
 ALUR PROSES SIKLUS ASP
Sekali lagi siklus akuntansi merupakan serangkaian prosedur kegiatan akuntansi dalam suatu periode, mulai dari pencatatan transaksi pertama sampai dengan penyusunan laporan keuangan dan penutupan pembukuan secara keseluruhan, dan siap untuk pencatatan transaksi periode selanjutnya. Alur proses siklus akuntansi dapat dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu:
Tahap-tahap dalam Siklus Akuntansi
            Teknik akuntansi di organisasi sektor publik diaplikasikan dalam berbagai ragam dikarenakan adanya berbagai kepentingan dan kebutuhan di masing-masing organisasi yang berdampak kepada tumbuhnya beragam teknik pengukuran dan basis akuntansi yang digunakan. Secara umum siklus akuntansi dapat digambarkan sebagai berikut.

URUTAN PERANCANGAN KOMPONEN SIKLUS AKUNTANSI
Urutan perancangan komponen siklus akuntansi meliputi:

 
         Urutan siklus akuntansi menunjukkan posisi strategis dari chart of account (bagan perkiraan/daftar akun). Untuk dapat menyediakan data, setiap transaksi perlu diklasifikasikan, diringkas, dan kemudian disajikan dalam bentuk laporan. Mulai dari kegiatan pencatatan sampai dengan penyajian disebut proses akuntansi yang terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut:
 BEBERAPA KEGIATAN DALAM PROSES AKUNTANSI

Pencatatan dan
Penggolongan
Bukti-bukti pembukuan dicatat dalam buku jurnal. Transaksi-transaksi yang sama yang sering terjadi dicatat dalam buku jurnal khusus.
Peringkasan/
pengikhtisaran
Transaksi-transaksi yang sudah dicatat dan digolongkan dalam buku jurnal, setiap bulan atau periode tertentu diringkas dan dibukukan dalam rekening-rekening buku besar.
Penyajian/
Pelaporan
Data akuntansi yang tercatat dalam rekening-rekening buku besar akan disajikan dalam bentuk laporan keuangan yaitu neraca, laporan surplus defisit, laporan arus kas dan laporan perubahan ekuitas. Penyerderhanaan pekerjaan penyusunan laporan keuangan biasanya dilakukan melalui neraca lajur (kertas kerja).

Proses akuntansi ini dapat digambarkan sebagai berikut:

PROSES AKUNTANSI
                                     
            Bukti-bukti pembukuan dicatat dalam buku jurnal setiap terjadi transaksi secara kronologis. Tembusan bukti-bukti pembukuan dibukukan ke dalam buku pembantu setiap terjadi transaksi. Setiap bulan atau periode tertentu, buku jurnal dijumlah dan dibukukan ke akun-akun dalam buku besar. Setiap akhir periode dari buku besar disusun laporan-laporan keuangan. Sistem akuntansi yang baik dapat memastikan berjalannya proses penyusunan laporan keuangan, seperti:
  1. Bukti-bukti pembukuan, yang merupakan catatan pertama dari setiap transaksi dan digunakan sebagai dasar pencatatan dalam buku jurnal.
  2. Buku-buku jurnal, sering disebut dengan buku catatan pertama, merupakan buku yang digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi sesuai dengan tanggal terjadinya (kronologis), dan sumber pencatatannya berasal dari bukti-bukti pembukuan. Apabila suatu transaksi yang sama sering terjadi, biasanya dibuatkan buku jurnal khusus yang digunakan untuk mencatat suatu jenis transaksi tertentu seperti jurnal pengeluaran kas, dan lain-lain.

            Akun-akun, buku besar, dan catatan yang ada dalam buku jurnal akan dipindahkan ke dalam akun-akun yang sesuai. Akun-akun ini disusun dalam format yang akan memudahkan penyusunan laporan keuangan. Kumpulan dari akun-akun ini disebut sebagai buku besar. Akun-akun dalam buku besar ini bisa diklasifikasikan menjadi kelompok akun riil, nominal, dan campuran.
          Akun riil adalah akun-akun aktiva, kewajiban, dan ekuitas yang merupakan pos-pos neraca, sehingga akun-akun riil itu merupakan akun-akun neraca. Akun nominal adalah akun-akun pendapatan, biaya, dan surplus/defisit yang merupakan pos-pos dalam laporan surplus/defisit, sehingga akun-akun nominal itu merupakan akun surplus/defisit.
         Akun campuran adalah akun-akun yang saldonya mengandung unsur-unsur akun riil dan nominal. Setiap akhir periode, akun-akun campuran ini perlu dianalisis dan dipisahkan menjadi akun riil dan nominal. Contoh akun-akun campuran adalah akun pembantu kantor yang didalamnya terdiri dari jumlah bahan pembantu yang digunakan dan persediaan bahan pembantu.
PROSES SIKLUS AKUNTANSI
 
       Dalam kaitannya dengan anggaran APBN maupun APBD, perencanaan manajerial, serta proses pengawasan dalam entitas pemerintah dengan sistem akuntansi dapat digambarkan dalam bagan alir dibawah ini. Bagan alir itu merupakan perpaduan antara sistem pengendalian manajemen entitas pemerintah dengan sistem akuntansinya.














BAGAN ALIR PERENCANAAN MANAJERIAL, PROSES PENGAWASAN, DAN SISTEM






BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Profesi akuntan publik dikenal oleh masayrakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut.
Jasa audit mencangkup pemerolehan dan penilaian bukti yang  mendasari laporan keungan historis suatu entitas yang  berisi asersi yang dibuat oleh manajemen entitas tersebut. Akuntan publik yang memberikan jasa audit disebut dengan istilah auditor.  Atas dasar audit yng dilaksanakan terhadap laporan keuangan historis suatu entitas, auditor menyatakan suatu pendapat mengenai apakah laporan keungan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha entitas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang bekepentingan.
Dalam akuntansi, seorang akuntan harus menemempuh beberapa langkah dari pencatatan bukti transaksi hingga memperoleh laporan keuangan. Begitu pula dalam auditing, terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh oleh auditor sehingga memperoleh perbaikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, dalam makalah yang berjudul “TAHAPAN AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN” ini penulis memaparkan langkah-langkah atau tahapan yang harus ditempuh auditor dalam mengaudit laporan keuangan.
                             
1.2.Rumusan masalah
Adapun rumusan masalahnya yaitu: Bagaimana langkah-langkah audit yang harus diketahui oleh seorang auditor untuk memenuhi tujuan audit?

1.3.Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
a.       Untuk memenuhi tugas mata kuliah auditing.
b.      Untuk mengetahui langkah-langkah audit sehingga mampu mencapai tujuan audit.
c.       Untuk menambah wawasan atau referensi bagi para pembaca maupun mahasiswa.





BAB II
PEMBAHASAN

Dalam melakukan audit, seorang auditor haruslah mengetahui langkah-langkah audit apa yang akan dilakukan. Langkah-langkah audit ini ditempuh untuk memenuhi tujuan audit yaitu untuk mencapai perbaikan atas berbagai program atau aktivitas dalam pengelolaan perusahaan yang masih memerlukan perbaikan. Serta perbaikan ini dilakukan terhadap objek-objek audit yang meliputi keseluruhan perusahaan atau kegiatan yang dikelola oleh perusahaan tersebut dalam rangka mencapai tujuannya. Adapun langkah-langkah atau proses  audit atas laporan keuangan dibagi menjadi empat tahap yaitu:

2.1. Penerimaan Perikatan Audit
Perikatan adalah kesepakatan dua pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditing mengadakan suatu ikatan perjanjian dengan auditor. Dalam ikatan perjanjian tersebut, klien menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. Langkah awal pekerjaan audit atas laporan keuangan berupa pengambilan keputusasn untuk menerima atau menolak perikatan audit dari calon klien atau untuk melanjutkan atau menghentikan perikatan audit dari klien berulang. Ada enam langkah perlu ditempuh oleh auditor di dalam mempertimbangkan penerimaan perikatan audit dari calon kliennya, antara lain sebagai berikut:
a.   Mengevaluasi integritas manajemen
Audit atas laporan keuangan bertujuan untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Oleh karena itu, utnuk dapat, menerima perikatan audit, auditor berkepneitngan untuk mengevaluasi integritas manajemen, agar auditor mendapatkan keyakinan bahwa manajemen perusahaan klien dapat dipercaya, sehingga laporan keuangan yang diaudit bebas dari salah saji material sebagai akibat dari adanya integritas manajemen.
b.   Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa
Faktor yang perlu dipertimbangkan oleh auditor tentang kondisi khusus dan risiko luar biasa yang mungkin berdampak terhadap penerimaan perikatan audit dari calon klien dapat diketahui dengan cara:
·         Mengidentifikasi pemakai laporan audit
·         Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legal calon klien di masa depan,
·         Mengevaluasi kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan calon klien diaudit.
c.   Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit
Standar umum yang pertama berbunyi sebagai berikut; “Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.”  Oleh karena itu, sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus mempertimbangkan apakah ia dan anggota tim auditnya memiliki kompetensi memadai untuk menyelesaikan perikatan tersebut, sesuai standatr auditing yang ditetapkan oleh IAI ( Ikatan Akuntan Indonesia).
d.   Menilai independensi
Standar umum yang kedua: “dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.”  Oleh karena itu, sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus memastikan bahwa setiap profesional yang menjadi anggota tim auditnya tidak terlibat atau memiliki kondisi yang menjadikan independensi tim auditnya diragukan oleh pihak yang mengetahui salah satu dari delapan golongan informasi.
e.   Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan kecermatan dan keseksamaan.
Standar umum yang ketiga berbunyi sebagai berikut: “ dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.” Dengan demikian, kecermatan dan keseksamaan penggunaan kemahiran profesional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk merencanakan dan melaksanakan audit.
f.   Membuat surat perikatan audit
Surat perikatan audit dibuat oleh auditor untuk kliennya yang berfungsi untuk mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan auditor atas penunjukkan oleh klien, tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggungjawab yang dipikul oleh auditor bagi kliennya.

2.2. Perencanaan Audit
Setelah auditor memutuskan untuk menerima perikatan audit dari kliennya, langkah berikutnya yang perlu ditempuhhhh adalah merencanakan audit. Ada tujuah tahap yang harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya:
a.       Memahami bisnis dan industri klien
Pemahaman atas bisnis klien memberikan panduan tentang sumber informasi bagi auditor untuk memahami bisnis dan industri klien.
b.      Melaksanakan prosedur analitik
Prosedur analitik memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan prosedur analitik pada tahap perencanaan audit, pada tahap pengujian dan pada tahapreview menyeluruh terhadap hasil audit. Prosedur analitik dilaksanakan melalui enam tahap, yaitu:
·         Menidentifikasi perhitungan/perbandingan yang harus dibuat
·         Megembangkan harapan
·         Melaksanakan perhitungan/perbandingan
·         Menganalisa data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
·         Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi perbedaan tersebut
·         Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap perencanaan audit
c.       Mempertimbangkan tingkat materialitas awal
Pada tahap perencanaan audit, audit perlu mempertimbangkan materialitas awal pada dua tingkat berikut ini:
·         Tingkat kaporan keuangan
Materialitas awal pada tingkat laporan keuangan  diterapkan oleh auditor karena pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan diterapkan pada laporan keungan sebagai keseluruhan. 
·         Tingkat saldo akun
Materialitas awal pada tingkat saldo akun ditentukan oleh auditor pada tahap perencanaan audit karena untuk mencapai kesimpulan tentang kewajaran laporan keuangan sebagi keseluruhan, auditor perlu melakukan verifikasi saldo akun.
d.      Mempertimbangkan risiko bawaan
Dalam keseluruhan proses audit, auditor mempertimbangkan berbagai risiko, sesuai dengan tahap-tahap proses auditnya.  Berbagai risiko yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam setiap tahap proses auditnya yaitu:
e.       Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika periaktan dengan klien berupaa audit tahun pertama
Auditor harus menetukan bahwa saldo awal mencerminkan penerpaan kebijakan akuntansi yang semestinya dan bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara konsisten dalam laporan keuangan tahun berjalan. Bila terdapat perubahan dalam kebijakan akuntansi atau penerapnnya, auditor harus memperoleh kepastian bahwa perubahan tersebut memang semestinya dilakuakn, dan dipertanggungjawabkan, serta diungkapkan.
f.       Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan
Dengan adanya keterkaitan antara bukti audit, materialitas dan komponen risiko audit (risiko bawaan, risiko pengendalian dan riiko deteksi), auditor dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit terhadap asersi individual atau golongan transaksi. Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:
·         Primarily substantive approach
·         Lower assessed level of control risk approach
g.       Memahami pengendalian intern klien
Langkah pertama dalam pengendalian intern adalah dengan mempelajari unsur-unsur pengendalian intern yang berlaku. Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian terhadap efektivitas pengendalian intern dengan menentukan kekuatan dan kelemahan pengendalian intern tersebut. Untuk mendukung keyakinan atas efektivitas pengendalian intern tersebut, auditor melakukan pengujian pengendalian.

2.3. Pelaksanaan Pengujian Audit
Auditor melakukan berbagai macam pengujian yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga golongan sebagai berikut.
a.       Pengujian analitik
Pengujian analitik dilakukan olehh auditor pada tahap awal proses auditnya dengan cara mempelajari perbandingan dan hubungan antara data yang satu dengan data yang lain. Pada awal proses audit, pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Sebelum seorang auditor melaksanakan audit secara rinci dan mendalam terhadap objek audit, auditor harus memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai perusahaan yang diaudit. Untuk itu, analisis ratio, analisis laba bruto, analisis terhadap laporan keungan perbandingan merupakan cara yang umumnya ditempuh oleh auditor untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dan secara garis besar mengenai keadaan keungan dan hasil usaha klien.
b.      Pengujian pengendalian
Pengujian pengendalian merupakan prosedur audit yang dirancang untuk memverifikasi efektivitas pengendalian intern klien. Pengujian pengendalian terutama ditujukan untuk mendapat informasi mengenai:
·         Frekunsi pelaksanaan aktivitas pengendalian yang ditetapkan,
·         Mutu pelaksanaan aktivitas pengendalian tersebut
·         Karyawan yang melaksanakan aktivitas pengendalian tersebut.
c.       Pengujian substantif
Pengujian substantif merupakan prosedur audit yang dirancang untuk menemukan kemungkinan kesalahan moneter yang secara langsung mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan. Kesalahan moneter yang terdapat dalam informasi yang disajikan dalam laporan keuangan kemungkinan terjadi karena dalam:
·         Penerapan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia
·         Tidak diterapkannya prinsip akuntasni bertrima umum di Indonesia.
·         Ketidakkonsistenan dalam penerapan prinsip akuntasi berterima umum di Indonesia.
·         Perhitungan.
·         Pekerjaan penyajian penggolangan dan peringkasan informasi.
·         Pencatuman pengungkapan unsur tertnetu dalam laporan keuangan.
Prosedur pengujian substantif meliputi:
1.      Verifikasi atas ketepatann saldo kas dan sekdul kas.
2.      Penerapan prosedur analitis.
3.      Perhitungan kas yang disimpan dalam entitas.
4.      Melaksanakan pengujian pisah batas kas.
5.      Konfirmasi saldo simpanan pinjaman di bank.
6.      Konfirmasi perjanjian atau kontrak lain dengan bank.
7.      Melakukan pemindaian (sacnning) penelaahan, atau pembeuatan rekonsiliasi bank.
8.      Menghimpun dan menggunakan laporan pisah batas bank.
9.      Melakukan pengujia  pisah batas penerimaan kas.
10.  Mengusut transfer bank
11.  Menyiapkan pembuktian kas.
12.  Membandingkan penyajian laporan keuangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

2.4. Pelaporan Audit
Bagian akhir dari proses audit adalah pelaporan hasil audit. Isi laporan audit terikat pada format yang telah diterapkan oleh IAI. Laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya. Dalam laporan tersebut auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keungan auditnya. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit baku. Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf:
a.       Paragraf pengantar
Paragraf pengantar dicantumkan sebagai paragraf perteman laporan audit baku. Terdapat tiga fakta yang diungkapkan oleh auditor dalam paragraf pengantar yaitu: tipe jasa yang diberikan oleh auditor, objek yang diaudit, serta pengungkapan tanggungjawab manajemen atas laporan keungan dan tanggungjawab auditor atas pendapat yang diberikan atas laporan keungan berdasarkan hasil auditnya.
b.      Parangraf lingkup
Paragraf lingkup berisi pernyataan ringkas mengenai lingkup audit yang dilaksanakan oleh auditor.
c.       Paragraf pendapat
Paragraf pendapat berisi pernyataan ringkas mengenai pendapat.

Laporan memuat kesimpulan audit tentang elemen-elemen atas tujuan audit dan rekomendasi yang diberikan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang terjadi serta rencana tindak lanjut dalam mengaplikasikan rekomendasi tersebut. Implementasi tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan auditor merupakan bentuk komitmen manajemen dalam meningkatkan proses dan kinerja perusahaan atas beberapa kelemahan/kekurangan yang masih terjadi. Auditor tidak memiliki kewenangan memaksa dan menuntut manajemen untuk melaksanakan tindak lanjut sesuai dengan rekomendasi yang diberikan, tetapi lebih menempatkan diri sebagai supervisor atas rencana, pelaksanaan, dan pengendalian tindak lanjut yang dilakukan. Rekomendasi seharusnya merupakan hasil diskusi dan rumusan bersama antara manajemen dan auditor, dan juga harus menyajikan analisis dan manfaat yang diperoleh perusahaan jika rekomendasi tersebut dilaksanakan, serta kerugian yang mungkin terjadi jika rekomendasi tidak dilaksanakan karena tidak ada tindakan perbaikan yang dilakukan perusahaan.







BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Langkah-langkah audit meliputi empat tahap, yaitu:
a.       Penerimaan Perikatan Audit terdiri dari: mengevaluasi integritas manajemen, mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa, menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit, menilai independensi, menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan kecermatan dan keseksamaan dan membuat surat perikatan audit.
b.      Perencanaan Audit, terdiri dari: memahami bisnis dan industri klien, melaksanakan prosedur analitik, mempertimbangkan tingkat materialitas awal, mempertimbangkan risiko bawaan, mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika periaktan dengan klien berupaa audit tahun pertama, dan memahami pengendalian intern klien.
c.       Pelaksanaan Pengujian Audit, ada tiga golongan: pengujian analitik, pengujian pengendalian dan pengujian substantif.
d.      Pelaporan Audit, Isi laporan audit terikat pada format yang telah diterapkan oleh IAI. Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf; paragraf pengantar, paragraf lingkup dan paragraf pendapat.
Seluruh tahapan audit ini pada akhirnya akan menghasilkan rekomendasi yang kemudian harus ditindaklanjuti, yang menyajikan analisis dan manfaat yang diperoleh perusahaan jika rekomendasi tersebut dilaksanakan, serta kerugian yang mungkin terjadi jika rekomendasi tidak dilaksanakan karena tidak ada tindakan perbaikan yang dilakukan perusahaan.

3.2 Saran
Agar setiap perusahaan yang diaudit mempertimbangkan dengan baik rekomendasi yang diberikan oleh auditor sehingga memperoleh keputusan yang bermanfaat serta bijaksana.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More
Instagram