Daftar Blog Saya

Jumat, 30 Mei 2025

SP2DK: Pengertian, Fungsi, dan Cara Menanggapi

 Apa Itu SP2DK?

SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan) adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada wajib pajak. Surat ini berisi permintaan klarifikasi atas kewajiban pajak yang diduga belum dipenuhi sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. SP2DK merupakan bagian dari upaya pengawasan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap penerapan sistem self-assessment, di mana wajib pajak bertanggung jawab untuk melaporkan dan membayar pajaknya sendiri.

Fungsi SP2DK

  • Memberi kesempatan kepada wajib pajak untuk melakukan penilaian ulang (selfassessment) atas kewajiban pajaknya.
  • Memungkinkan wajib pajak memberikan klarifikasi terkait data yang dianggap belum sesuai.
  • Mencegah tindakan lanjutan, seperti pemeriksaan pajak, jika klarifikasi diterima dan valid.

Tahapan Proses SP2DK

  1. Pengiriman SP2DK
    Kepala KPP menerbitkan dan mengirimkan SP2DK setelah menerima hasil analisis yang menunjukkan dugaan ketidakpatuhan wajib pajak.

  2. Tanggapan Wajib Pajak
    Wajib pajak memiliki waktu 14 hari kalender untuk memberikan tanggapan. Tanggapan dapat berupa surat penjelasan atau klarifikasi atas data yang diminta, dikirimkan secara langsung, melalui DJP Online, atau menggunakan jasa ekspedisi.

  3. Penelitian dan Analisis Data
    KPP akan meneliti tanggapan yang diberikan. Jika data yang disampaikan sesuai, maka proses SP2DK dianggap selesai. Jika tidak, KPP dapat meminta tambahan informasi atau melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

  4. Tindak Lanjut
    Berdasarkan hasil penelitian, KPP dapat:

    • Menyatakan kasus selesai jika data sudah sesuai.
    • Meminta pembetulan SPT atau pengisian SPT baru.
    • Melakukan pemeriksaan pajak untuk memastikan kepatuhan.
    • Mengusulkan pemeriksaan lebih lanjut jika ada indikasi pidana pajak.
  5. Administrasi
    Semua proses terkait SP2DK, mulai dari penerbitan hingga tanggapan, akan didokumentasikan oleh KPP, termasuk laporan hasil penjelasan (LHP2DK) dan berita acara jika terjadi penolakan atau ketidakpatuhan.

Langkah yang Harus Dilakukan Saat Menerima SP2DK

Jika Anda menerima SP2DK, berikut langkah-langkah yang perlu diambil:

  1. Tetap Tenang dan Jangan Panik
    SP2DK adalah kesempatan untuk memberikan klarifikasi, bukan sanksi otomatis.

  2. Baca Surat dengan Cermat
    Pastikan Anda memahami isi surat dan data yang diminta.

  3. Hubungi Account Representative (AR)
    Jika ada hal yang tidak jelas, hubungi AR yang tertera di surat untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut.

  4. Siapkan Dokumen Pendukung
    Kumpulkan dokumen yang relevan sebagai bukti untuk menjawab permintaan penjelasan.

  5. Berikan Tanggapan Tepat Waktu
    Kirim surat balasan ke KPP dalam jangka waktu 14 hari kalender. Tanggapan dapat disampaikan secara langsung atau melalui layanan online DJP.

  6. Pantau Perkembangan Tanggapan
    Anda dapat memantau status tanggapan melalui aplikasi TAM (Taxpayer Account Management) untuk melihat perkembangan lebih lanjut.

Sanksi Jika Tidak Menanggapi SP2DK

Apabila wajib pajak tidak memberikan tanggapan atau klarifikasi yang memadai, KPP berwenang melakukan tindakan lebih lanjut seperti:

  • Melakukan kunjungan atau pertemuan untuk pembahasan lebih lanjut.
  • Mengusulkan pemeriksaan pajak secara menyeluruh.
  • Mengeluarkan surat teguran atau pemberitahuan koreksi pajak.

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan pelanggaran serius, seperti pemotongan pajak yang tidak disetorkan atau penggunaan faktur pajak palsu, maka wajib pajak dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku, termasuk sanksi pidana.


 

Untuk meringankan beban pajak terutang pada akhir tahun, apabila Anda bukan termasuk wajib pajak yang menggunakan tarif PPh final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 maupun bukan termasuk orang pribadi pengusaha tertentu, Anda diwajibkan melakukan pengangsuran PPh Pasal 25 setiap bulan.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 secara umum:

penghasilan neto dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak


Dalam hal wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto terlebih dahulu dikurangkan dengan penghasilan tidak kena pajak sebelum dikalikan dengan tarif pajak.

Penghasilan Neto adalah :

Dalam hal wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;

Dalam hal wajib pajak orang pribadi hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.

Dalam hal wajib pajak badan, penghasilan neto fiskal dihitung dari hasil perhitungan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi yang baru terdaftar, dan wajib pajak badan yang baru terdaftar yang bukan merupakan hasil merger/likuidas/perubahan bentuk badan usaha dari wajib pajak badan yang sebelumnya sudah ada, adalah nihil.

PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi.


CONTOH PERHITUNGAN PPH 25

Tuan  Beni (TK/0) terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP A tanggal 1 Februari 2015. Penghasilan neto fiskal setahun pada tahun 2018 adalah Rp100.000.000,00. Besarnya PPh pasal 25 setiap bulan untuk tahun 2019 adalah sebagai berikut :

Penghasilan Neto setahun = Rp100.000.000,00

PTKP (TK/0) = Rp.   54.000.000,00 (-)

PKP = Rp46.000.000,00

PPh Terutang= 5% x Rp46.000.000,00 = Rp2.300.000,00

besarnya angsuran PPh Pasal 25 April 2019 adalah = 1/12 x Rp2.300.000,00 = Rp191.666,67

PT. Mulia terdaftar sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri pada KPP C tanggal 1 Februari 2015. Peredaran bruto setahun lebih dari 50 Miliar Rupiah. Penghasilan neto (laba fiskal) dapat dihitung berdasarkan pembukuan sebesar Rp120.000.000,00 setahun. Besarnya PPh pasal 25 bulan Februari 2019 sebagai berikut:

Penghasilan Neto (laba fiskal) tahun 2019         = Rp120.000.000,00

PPh Terutang = 25% x Rp120.000.000,00          = Rp30.000.000,00

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan tahun 2019 = 1/12 x Rp30.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00


Lebih lanjut di: https://www.pajak.go.id/id/penghitungan-angsuran-pph-pasal-25


 

PAJAK PANGHASILAN PASAL 21

(PPh Pasal 21)

PENGERTIAN

PPh 21 adalah pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya. PPh 21 dipotong dari penghasilan yang diterima oleh seseorang, sementara di sisi lain, PPh 23 dipotong dari penghasilan yang diterima oleh suatu Badan. Umumnya PPh 21 ini berkaitan dengan pajak yang digunakan pada sistem penggajian suatu perusahaan. Namun, sebenarnya PPh 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan lainnya.

Perlakuan atas PPh 21 sangat bervariasi tergantung pada jenis penghasilannya. Ada berbagai kategori jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21, seperti:

1.    Penghasilan bagi Pegawai Tetap

2.    Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap

3.    Penghasilan bagi Bukan Pegawai

4.    Penghasilan yang dikenakan PPh 21 Final

5.    Penghasilan Lainnya

 

PEMOTONG PPh PASAL 21

Pemotong PPh Pasal 21 adalah WP Orang Pribadi atau badan termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang mempunyai kewajiban melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Pemotong PPh Pasal 21 sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah:

1.    Pemberi kerja

2.    Bendahara atau pemegang kas pemerintah

3.    Dana pensiun

4.    Orang pribadi yg melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badang yang membayar honorarium

5.    Penyelenggara kegiatan

 

HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK

Hak Pemotong Pajak PPh Pasal 21

a.    Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang terjadi karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 (satu) tahun takwim lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetor.

b.    Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT PPh Pasal 21.

c.    Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.


Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21

a.    Setiap Pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke KPP

b.    Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir

c.    Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang

d.   Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21

e.    Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

f.     Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21

 

PENERIMA PENGHASILAN (WP PPh PASAL 21)

Wajib Pajak PPh Pasal 21 terdiri atas:

1.    Pegawai

2.    Penerima uang pesangon

3.    Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap (tenaga kerja lepas)

4.    Anggota dewan komisaris

5.    Mantan pegawai

6.    Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan

 

TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPh PASAL 21

Yang tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1.    Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan

2.    Pejabat perwakilan organisasi internasional

 

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

Hak Wajib Pajak

1.    WP berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak.

2.    WP berhak mengajukan surat keberatan kepada DJP jika PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3.    WP berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh DJP.

Kewajiban Wajib Pajak

1.    WP wajib menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak, yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun takwim, untuk mendapatkan pengurangan berupa PTKP.

2.    WP berkewajiban menyerahkan SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, jika WP mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.

 

PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21

Secara rinci, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

1.    Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;


2.    Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

3.    Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;

4.    Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

5.    Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;

6.    Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;

7.    Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;

8.    Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau

9.    Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

 

PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 FINAL

Beberapa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final:

1.    Penghasilan berupa uang pesangon yang dibayar sekaligus oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

2.    Penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

3.    Penghasilan berupa honorarium

 

MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Text Box: PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU PPh, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas PKP atas WP dalam negeri dan WP luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui BUT di Indonesia, sebagai berikut:


 

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak

Sampai dengan Rp.50.000.000

5%

Di atas Rp.50.000.000 sampai dengan Rp.250.000.000

15%

Di atas Rp.250.000.000 sampai dengan Rp.500.000.000

25%

Di atas Rp.500.000.000

30%

 

BIAYA JABATAN DAN BIAYA PENSIUN

·      Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan.

·      Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp

2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan.

 

Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan yang tidak Mempunyai NPWP

Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 21 seperti ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final.

 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016 perubahan nilai PTKP sebagai berikut:

1.    Rp.54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk WP Orang Pribadi.

2.    Rp.4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk WP yang kawin.

3.    Rp.54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami seba gaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

4.    Rp.4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.


CONTOH SOAL

A. Pegawai Tetap dengan Gaji Bulanan

1.      Tommy Hakim bekerja pada PT Sejahtera dengan memperoleh gaji sebulan berupa gaji pokok Rp.7.000.000,- Tommy Hakim membayar iuran pensiun sebesar Rp.100.000,- perbulan. Tommy menikah tapi belum mempunyai anak.

 

Jawab:

Penghitungan PPh Pasal 21 adalah:


Gaji sebulan                                                                                                7.000.000

Pengurangan:

-    Biaya jabatan (5% x 7.000.000)            = 350.000


-    Iuran pensiun                                         = 100.000

 (450.000)


Penghasilan netto sebulan                                                       6.550.000

Penghasilan netto setahun: 12 x 6.550.000                             78.600.000

PTKP (K/-):

-      
Untuk Wajib Pajak             54.000.000

-       WP menikah                       4.500.000

(58.500.000)


20.100.000

Penghasilan Kena Pajak


PPh Pasal 21 setahun: 5% x 20.100.000     = 1.005.000 PPh Pasal 21 sebula : 1.005.000/12                                    = 83.750

Jika Tommy Hakim tidak memiliki NPWP maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar: 120% x 83.750 = 100.500,-

 

2.      Bambang pegawai pada perusahaan PT Genta Buana, status menikah memilki dua anak, memperoleh gaji perbulan Rp.10.000.000,- Tunjangan-tunjangan Rp.4.000.000,- PT Genta Buana mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, premi kecelakaan kerja, dan premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing- masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. Bambang membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji dan iuran pensiun sebesar Rp.80.000,- perbulan.

 

Jawab:

 

Gaji sebulan

10.000.000

Tunjangan-tunjangan

4.000.000

Premi jaminan kecelakaan kerja (0,5% x 10.000.000)

50.000

Premi jaminan kematian (0,3% x 10.000.000)

                  30.000


Penghasilan bruto sebulan                                                                   14.080.000

Pengurangan:

-    Biaya jabatan (5% x 14.080.000)               : 500.000

-    Iuran JHT (2% x 10.000.000)                    : 200.000

-    Iuran pensiun                                              :  80.000

  (780.000)



Penghasilan netto sebulan                                                                   13.300.000

Penghasilan netto setahun       : 12 x 13.300.000                                159.600.000

PTKP (K/2):


-    Untuk WP              = 54.000.000

-    WP menikah           =   4.500.000

-    2 Anak                    =  9.000.000

(67.500.000)


Penghasilan Kena Pajak                                                                        92.100.000

PPh Pasal 21 setahun:

5% x 50.000.000         = 2.500.000

15% x 42.100.000       = 6.315.000

= 8.815.000

PPh Pasal 21 sebulan            : 8. 815.000/12 = 734.583

 

3.      Dwi Widyastuti adalah seorang karyawati pada PT Ventura dengan status menikah belum memiliki anak, dengan gaji sebulan sebesar Rp.8.000.000,- Dwi Widyastuti membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp.100.000,- sebulan. Pada bulan Agustus 2020 selain menerima gaji pokok juga menerima pembayaran atas lembur (overtime) sebesar Rp.2.500.000,-

 

Jawab:

Gaji sebulan                                                                                                    8.000.000

Lembur                                                                                                            2.500.000


Penghasilan bruto sebulan                                                                   10.500.000

Pengurang:

-    Biaya jabatan (5% x 10.500.000) = 500.000

-    Iuran pensiun                                  = 100.000

 (600.000)


Penghasilan netto sebulan                                                                   9.900.000

Penghasilan netto setahun       : 12 x 9.900.000                                  118.800.000

PTKP (K/-):


-    WP sendiri              = 54.000.000

-    WP menikah           =  4.500.000

(58.500.000)


Penghasilan Kena Pajak                                                                      60.300.000

PPh Pasal 21 setahun:

5% x 50.000.000         = 2.500.000

15% x 10.300.000       = 1.545.000

= 4.045.000

PPh Pasal 21 sebulan : 4.045.000/12            = 337.083


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More
Instagram