Daftar Blog Saya

Rabu, 19 Juni 2013

PAJAK MASUKAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Pajak adalah salah satu sumber pemasukan Negara yang menjadi sumber dana anggaran pendapatan dan belanja Negara. Walaupun selain pajak ada sumber  lain yang menjadi sumber APBN. Untuk itu, pemerintah cukup mengerahkan daya dan pikiran untuk menyelenggarakan kegiatan perpajakan dengan efektif dan efisien.
Sejauh ini, terdapat beberapa jenis pajak yang diberlakukan, mulai dari pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, BPHTB, dan PPN maupun PPnBM, dan bea meterai. Dalam tulisan ini, kami akan mengerucutkan pembahasan pada pajak pertambahan nilai masukan. Memang pajak pertambahan nilai ini cukup kompleks cakupan subjek maupun objek yang kena pajak , khususnya usaha yang berorientasi pada perdagangan barang maupun jasa. Kita mengetahui bahwa kegitan perdagangan saat ini telah melampaui batas teritorial sebuah bangsa. Kegiatan perdagangan ke luar negeri yang mencakup eksport dan import sudah berlaku lumrah di seluruh dunia, khusunya di Indonesia yang  akan menjadi pembicaraan kita dalam tulisan ini.
Pajak pertambahan nilai akan terjadi atau muncul ketika terjadi sebuah transaksi perrtukaran barang atau jasa. Karena dalam setiap komponen barang terdapat porsi pajak pertambahan nilai.Perputaran perdagangan berperan aktif dalam mengontribusikan pendapatan Negara melaui sektor pertambahan nilai barang atau jasa ini.Berbagai sektor yang mengontribusikan sebagian materinya dalam ikut serta membanguna Negara.Pada intinya berbagai system perpajkan terutama pemungutan pajak pertambahan nilai dilakukan untuk mendukung sektor perdagangan juga, waupun tidak secara langsung.Karena pengertian pajak yang telah kita ketahui adalah kontribusi kekayaan pribadi kepada Negara tanpa adanya imbalan secara langsung.
Orang yang dikenakan pajak pertambahan nilai adalah pejabat yang telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak. Apabila telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak atau badan usaha kena pajak maka setiap transaksi yang mengindikasikan pertukaran barang atau jasa akan dihitung dalam perhitungan pajak pertambahan nilai selama periode berjalan. Khususnya PPN masukan, di mana pengusaha membayar pajak saat mereka menerima barang maupun jasa dari pemasok, di mana pajaknya akan dibebankan pada penjual.
2.      RUMUSAN MASALAH
a.       Bagaimanakah perkreditan PPN masukan?
b.      Dimanakah PPN masukan dikreditkan?
c.       Bagaimanakah kompensasi kelebihan pajak masukan?
d.      Pajak masukan dalam hal PKP melakukan penyerahan yang terutang pajak dan tidak terutang pajak?
e.       Tata cara penghitunngan perkreditan pajak masukan bagi PKP yang melakukan penyerahan yang terutang pajakdan yang tidak terutang?
f.       Pajak masukan bagi PKP berdasarkan UU PPh memilih dikenakan pajak dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto?
g.      Pedagang eceran yang menggunakan norma penghitungan penghasilan neto?
h.      Bagaimanakah kewajiban PKP?
i.        Bagaimanakah pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan?
j.        Bagaimanakah  saat perkreditan dan dan perkreditan periode selanjutnya?
k.      Bagaimanakh pengembalian kelebihan pajak masukan?
l.        Bagaimanakah pajak masukan dalam hal terjadinya penyerahan BKP atau JKP kepada pemungutan PPN?

3.      TUJUAN PENULISAN
a.       Agar pembaca memahami  perkreditan PPN masukan.
b.      Agar pembaca mengetahui Dimana PPN masukan dikreditkan.
c.       Agar pembaca mengetahui kompensasi kelebihan pajak masukan.
d.      Agar pembaca memahami Pajak masukan dalam hal PKP melakukan penyerahan yang terutang pajak dan tidak terutang pajak.
e.        Agar pembaca memahami Tata cara penghitunngan perkreditan pajak masukan bagi PKP yang melakukan penyerahan yang terutang pajakdan yang tidak terutang.
f.       Agar pembaca memahami  Pajak masukan bagi PKP berdasarkan UU PPh memilih dikenakan pajak dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
g.      Agar pembaca mengetahui Pedagang eceran yang menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
h.      Agar pembaca mengetahui Bagaimanakah kewajiban PKP.
i.        Agar pembaca mengetahui pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan.
j.        Agar pembaca mengetahui saat perkreditan dan dan perkreditan periode selanjutnya.
k.      Agar pembaca memahami Bagaimanakh pengembalian kelebihan pajak masukan..
l.        Agar pembaca memahami Bagaimanakah pajak masukan dalam hal terjadinya penyerahan BKP atau JKP kepada pemungutan PPN.
4.      METODE PENULISAN
Dalam merampungkan tulisan ini kami mengumpulkan data dan informasi dengan menggunakan kajian pustaka.Sumber referensi utama kami adalah buku perpajakan Indonesia yang disusun oleh Waluyo.




BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan / penerima Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Paban dan atau Impor Barang Kena Pajak. Pada subbab berikut akan disampaikan mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan dengan segala permasalahan.
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara, terlebih dahulu Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara
Pajak Keluaran – Pajak Masukan = Pajak yang harus disetor ke Kas Negara

            Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya selambat-lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
TEMPAT PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
            Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan / Jasa Kena Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Faktur Pajak yang menjadi dasar pengkreditan harus memenuhi ketentuan yang berlaku antara lain alamat Pengusaha Kena Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak harus sama dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang tercantum dalam Surat Keputusan Pengukuhan.
            Direktur Jendral Pajak dapat menetukan tempat lain, selain tempat Pengusaha Kena Pajak diukuhkan, sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan / Jasa Kena Pajak, baik atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak maupun secara jabatan.
Contoh :
            Pengusaha Kena Pajak “A” yang kantor pusatnya di Jakarta dan telah terdaftar di kantor Pelayanan Pajak Jakarta Gambir memiliki pabrik yang terletak di kota Solo dan telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak di Solo. Pemberitahuan Impor Barang dalam rangka pengimporan Barang Kena Pajak menggunakan NPWP Kantor Pusat Jakarta. Dengan persetujuan Direktur Jendral Pajak, Pengusaha Kena Pajak di Solo dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang tercantum dalam dokumen impor tersebut.
KOMPENSASI KELEBIHAN PAJAK MASUKAN
            Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. Dapat terjadi dalam suatu Masa Pajak terdapat Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran.Kelebihan Pajak Masukan tersebut tidak dapat diminta kembali, tetapi dapat dikompesasikan pada Masa Pajak berikutnya. Namun apabila perusahaan tersebut bubar sebelum tahun buku berakhir, maka kelebihan pembayaran tersebut dapat diminta kembali pada saat pembubaran perusahaan. Pengembalian atas kelebihan pembayaran baru diberikan setelah dilakukan pemeriksaan.
PAJAK MASUKAN DALAM HAL PKP MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN TIDAK TERUTANG PAJAK
Penyerahan yang Terutang dan Tidak Terutang Pajak dan Tidak Terutang Pajak Diketahui dengan Pasti
            Apabila dalam suatu masa pajak, pengusaha kena pajak di samping melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. Penyerahan terutang pajak adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan undang-undang PPN dan PPnBM, yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak melakukan dua macam penyerahan yaitu :
·         Penyerahan terutang pajak                 = Rp 25.000.000,00
Pajak Keluaran                                   = Rp   2.500.000,00
·         Penyerahan tidakterutang pajak         = Rp 10.000.000,00
Pajak Keluaran                                   = Rp NIHIL
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan :
·         Barang Kena pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak Rp 1.500.000,00
·         Barang Kena Pajak dan jasa pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang tidak terutang pajak Rp 800.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sebesar Rp 2.500.000,00 adalah hanya sebesar Rp 1.500.000,00. Sedangkan Pajak Masukan sebesar Rp 800.000,00 tidak dapat dikreditkan karena berkaitan dengan penyerahan yang tidak terutang pajak.
Penyerahan Yang Terutang dan Tidak Terutang Pajak Tidak Dapat Dengan Pasti
Apabila dalam masa pajak, pengusaha kena pajak di samping melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan pajak masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada pengusaha kena pajak, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana PPN telah diamanatkan oleh pasal 9 ayat (6) Undang-Undang PPN dan PPnBM.
            Pedoman dimaksud diatur dalam peraturan Menteri Keuangan No. 78/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak yang berlaku mulai tanggal 1 April 2010.
            Hal yang perlu dipedomani meliputi:
1.      Aturan umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009 Terutang PPN dan PPnBM.
a.       Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau Impor Barang Kena Pajak.
b.      Penyerahan yang Terutang Pajak adalah penyerahan barang atau jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
c.       Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
2.      Karakteristik pengusaha kena pajak.
Peraturan Menteri Keuangan ini ditujukan kepada pengusaha Kena Pajak yang karakteristiknya yaitu pengusaha kena pajak:
a.       Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) terdiri atas:
·         Unit atau kegiatan yang melakukan penyerahan yang terutang pajak; dan
·         Unit atau kegiatan lain yang melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak;
b.      Usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
c.       Usaha yang menghasilkan, memperdagangkan barang, usaha jasa yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak; atau
d.      Usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak,
Sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
3.      Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yaitu:

P = PM x Z
 


                                                                                                      
dengan ketentuan:
P          = Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkannya;
PM      = Jumlah pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
Z          = Persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
4.      Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang telah mengkreditkan Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, harus menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
5.      Pedoman penghitungan yang digunakan untuk penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan:
a.       Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun:
P’ = PM x Z’
          T
 


Dengan Ketentuan:
P’   = jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku;
PM            = jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
T    = masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang ditentukan sebagai berikut:
·         Untuk Barang Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun;
·         Untuk Barang Kena Pajak selain tanah dan bangunan dan jasa Kena Pajak adalah 4 (empat) tahun;
Z’ = persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku;
b.      Untuk Barang Kena Pajak yang masa manfaatnya 1 (satu) taun atau kurang:
P’ = PM x Z’
 




Dengan ketentuan:
P’   = jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam satu tahun buku;
PM            = jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
Z    = persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.
6.      Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali sebagaimana dimaksud dalam angka 5, diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku.
7.      Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak perlu dilakukan dalam hal masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 5 huruf  “a”  tersebut telah berakhir.
8.      Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini tidak berlaku bagi pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-Undang PPN dan PPnBM.
TATA CARA PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak
1.      Pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha terapadu, sebagaia contoh pengusaha kena pajak yang mengjasilkan jagung (jangung bukan merupakan barang kena pajak). yang
2.      Pengusaha kena pajak yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN, sebagai contoh pengusaha kena pajak yang bergerak dibidang perhotelan, disamping malakukan usaha jasa dibidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha.
3.      Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang PPN.
4.      Pengusah kena pajak yang menghasilkan kena pajak yang terutang PPN dan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
untuk pengusaha kena pajaka yang mealakukan penyerahaan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak sebagai mana tersebut di atas, perlakukan pengkreditan pajak masukan sebagai berikut:
1.      Pajak masukan atas perolehan barang kena pajak dan jasa kena pajak yang nyata-nyaa hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang PPN, dapat dikreditkan seluruhnya.
2.      Pajak masukan atas perolehan barang dan jasa kena pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang pajak PPN atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan seluruhnya.
3.      Sedangkan pajak masukan atas perolehan barang dan jasa kenak pajak  yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan yang terutang pajak dan penyeraha yang tidak terutang pajak, pengkreditannya menggunaka pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagai mana diatur dalam PMK ini.



BAB III
PENUTUP
1.      KESIMPULAN
            Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan selama melakukan kerja praktek serta analisa yang dilakukan terhadap pokok bahasan yang telah diuraikan dan dijelaskan pada Bab-Bab sebelumnya, maka penulis mencoba untuk menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
a.       Prosedur Pajak Masukan dan Pajak Keluaran di PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (   persero  ), telah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prosedur dan undang-undang yang telah ditentukan. Baik dalam pemrosesan maupun kelengkapan dokumen-dokumen yang mendukung untuk dilakukannya penghitungan dalam proses pembayaran PPN yang terutang. Dalam penggunaan faktur pajak standar yang dibuat untuk dilakukan pemungutan PPN telah dilaksanakan dengan benar.
b.      Pelaksanaan Penyetoran ataupun Pembayaran PPN di PT. Industri Telekomunikasi Indonesia ( persero), telah terlaksana dengan baik. Baik dalam penyetoran, menggunakan formulir Surat Setoran Pajak ( SSP ) sebanyak 5 lembar, dan dalam pengisiannya dilaksanakan secara baik dan benar. PT. Industri Telekomunikasi Indonesia ( persero) selalu tepat waktu dalam menyetorkan PPN yaitu sebelum tanggal 15 Masa pajak berikutnya, dan apabila terjadi lebih bayar akan dilakukan kompensasi untuk masa pajak bulan berikutnya.
2.      SARAN
            Saran di kemukakan dengan harapan dapat berguna dan dapat menunjang aktifitasnya terutama yang berhubungan dengan Prosedur pajak masukan dan pajak keluaran. Adapun saran- saran yang ingin disampaikan oleh penulis kepada perusahaan adalah sebagai berikut:
a.       Dalam melakukan penginputan faktur lebih baik dilakukan dengan lebih teliti supaya tidak salah dalam outputnya. Sehingga tidak kesulitan untuk menyesuaikannya berulang kali serta agar prosedur pajak masukan dan pajak keluaran dilaksanakan dengan baik.

b.      Data yang diarsipkan lebih baik di cek setiap tahun agar lebih rapi dan lebih mudah dalam mengarsipkannya. 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More
Instagram