BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Pajak adalah salah satu sumber
pemasukan Negara yang menjadi sumber dana anggaran pendapatan dan belanja
Negara. Walaupun selain pajak ada sumber
lain yang menjadi sumber APBN. Untuk itu, pemerintah cukup mengerahkan
daya dan pikiran untuk menyelenggarakan kegiatan perpajakan dengan efektif dan
efisien.
Sejauh ini, terdapat beberapa jenis
pajak yang diberlakukan, mulai dari pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan,
BPHTB, dan PPN maupun PPnBM, dan bea meterai. Dalam tulisan ini, kami akan
mengerucutkan pembahasan pada pajak pertambahan nilai masukan. Memang pajak
pertambahan nilai ini cukup kompleks cakupan subjek maupun objek yang kena
pajak , khususnya usaha yang berorientasi pada perdagangan barang maupun jasa.
Kita mengetahui bahwa kegitan perdagangan saat ini telah melampaui batas
teritorial sebuah bangsa. Kegiatan perdagangan ke luar negeri yang mencakup
eksport dan import sudah berlaku lumrah di seluruh dunia, khusunya di Indonesia
yang akan menjadi pembicaraan kita dalam
tulisan ini.
Pajak pertambahan nilai akan
terjadi atau muncul ketika terjadi sebuah transaksi perrtukaran barang atau
jasa. Karena dalam setiap komponen barang terdapat porsi pajak pertambahan
nilai.Perputaran perdagangan berperan aktif dalam mengontribusikan pendapatan
Negara melaui sektor pertambahan nilai barang atau jasa ini.Berbagai sektor
yang mengontribusikan sebagian materinya dalam ikut serta membanguna
Negara.Pada intinya berbagai system perpajkan terutama pemungutan pajak
pertambahan nilai dilakukan untuk mendukung sektor perdagangan juga, waupun
tidak secara langsung.Karena pengertian pajak yang telah kita ketahui adalah
kontribusi kekayaan pribadi kepada Negara tanpa adanya imbalan secara langsung.
Orang yang dikenakan pajak
pertambahan nilai adalah pejabat yang telah ditetapkan sebagai pengusaha kena
pajak. Apabila telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak atau badan usaha
kena pajak maka setiap transaksi yang mengindikasikan pertukaran barang atau
jasa akan dihitung dalam perhitungan pajak pertambahan nilai selama periode
berjalan. Khususnya PPN masukan, di mana pengusaha membayar pajak saat mereka
menerima barang maupun jasa dari pemasok, di mana pajaknya akan dibebankan pada
penjual.
2. RUMUSAN
MASALAH
a. Bagaimanakah
perkreditan PPN masukan?
b. Dimanakah
PPN masukan dikreditkan?
c. Bagaimanakah
kompensasi kelebihan pajak masukan?
d. Pajak
masukan dalam hal PKP melakukan penyerahan yang terutang pajak dan tidak
terutang pajak?
e. Tata
cara penghitunngan perkreditan pajak masukan bagi PKP yang melakukan penyerahan
yang terutang pajakdan yang tidak terutang?
f. Pajak
masukan bagi PKP berdasarkan UU PPh memilih dikenakan pajak dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto?
g. Pedagang
eceran yang menggunakan norma penghitungan penghasilan neto?
h. Bagaimanakah
kewajiban PKP?
i.
Bagaimanakah pajak
masukan yang tidak dapat dikreditkan?
j.
Bagaimanakah saat perkreditan dan dan perkreditan periode
selanjutnya?
k. Bagaimanakh
pengembalian kelebihan pajak masukan?
l.
Bagaimanakah pajak
masukan dalam hal terjadinya penyerahan BKP atau JKP kepada pemungutan PPN?
3. TUJUAN
PENULISAN
a. Agar
pembaca memahami perkreditan PPN
masukan.
b. Agar
pembaca mengetahui Dimana PPN masukan dikreditkan.
c. Agar
pembaca mengetahui kompensasi kelebihan pajak masukan.
d. Agar
pembaca memahami Pajak masukan dalam hal PKP melakukan penyerahan yang terutang
pajak dan tidak terutang pajak.
e. Agar pembaca memahami Tata cara penghitunngan
perkreditan pajak masukan bagi PKP yang melakukan penyerahan yang terutang
pajakdan yang tidak terutang.
f. Agar
pembaca memahami Pajak masukan bagi PKP
berdasarkan UU PPh memilih dikenakan pajak dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto.
g. Agar
pembaca mengetahui Pedagang eceran yang menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto.
h. Agar
pembaca mengetahui Bagaimanakah kewajiban PKP.
i.
Agar pembaca mengetahui
pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan.
j.
Agar pembaca mengetahui
saat perkreditan dan dan perkreditan periode selanjutnya.
k. Agar
pembaca memahami Bagaimanakh pengembalian kelebihan pajak masukan..
l.
Agar pembaca memahami
Bagaimanakah pajak masukan dalam hal terjadinya penyerahan BKP atau JKP kepada
pemungutan PPN.
4. METODE
PENULISAN
Dalam merampungkan tulisan ini kami
mengumpulkan data dan informasi dengan menggunakan kajian pustaka.Sumber
referensi utama kami adalah buku perpajakan Indonesia yang disusun oleh Waluyo.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian pajak masukan adalah Pajak Pertambahan
Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak
dan / penerima Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Paban dan atau Impor Barang Kena Pajak. Pada subbab berikut akan
disampaikan mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan dengan segala permasalahan.
PENGKREDITAN PAJAK
MASUKAN
Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena
Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa
Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena
Pajak pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan
dalam Masa Pajak yang sama.
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus
dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara, terlebih dahulu
Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari
pada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang
harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas Negara
Pajak Keluaran –
Pajak Masukan = Pajak yang harus disetor ke Kas Negara
|
Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa
Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya
selambat-lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
TEMPAT PENGKREDITAN
PAJAK MASUKAN
Pajak Masukan yang dibayar untuk
perolehan Barang Kena Pajak dan / Jasa Kena Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Faktur Pajak yang menjadi
dasar pengkreditan harus memenuhi ketentuan yang berlaku antara lain alamat
Pengusaha Kena Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak harus sama dengan alamat
Pengusaha Kena Pajak yang tercantum dalam Surat Keputusan Pengukuhan.
Direktur Jendral Pajak dapat
menetukan tempat lain, selain tempat Pengusaha Kena Pajak diukuhkan, sebagai
tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan / Jasa
Kena Pajak, baik atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak maupun
secara jabatan.
Contoh
:
Pengusaha Kena Pajak “A” yang kantor
pusatnya di Jakarta dan telah terdaftar di kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Gambir memiliki pabrik yang terletak di kota Solo dan telah terdaftar sebagai
Pengusaha Kena Pajak di Solo. Pemberitahuan Impor Barang dalam rangka
pengimporan Barang Kena Pajak menggunakan NPWP Kantor Pusat Jakarta. Dengan
persetujuan Direktur Jendral Pajak, Pengusaha Kena Pajak di Solo dapat
mengkreditkan Pajak Masukan yang tercantum dalam dokumen impor tersebut.
KOMPENSASI KELEBIHAN
PAJAK MASUKAN
Apabila dalam suatu Masa Pajak,
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada Masa Pajak
berikutnya. Dapat terjadi dalam suatu Masa Pajak terdapat Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran.Kelebihan Pajak Masukan
tersebut tidak dapat diminta kembali, tetapi dapat dikompesasikan pada Masa
Pajak berikutnya. Namun apabila perusahaan tersebut bubar sebelum tahun buku
berakhir, maka kelebihan pembayaran tersebut dapat diminta kembali pada saat
pembubaran perusahaan. Pengembalian atas kelebihan pembayaran baru diberikan
setelah dilakukan pemeriksaan.
PAJAK MASUKAN DALAM HAL
PKP MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN TIDAK TERUTANG PAJAK
Penyerahan yang
Terutang dan Tidak Terutang Pajak dan Tidak Terutang Pajak Diketahui dengan
Pasti
Apabila dalam suatu masa pajak,
pengusaha kena pajak di samping melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan
yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak. Penyerahan terutang pajak adalah penyerahan
barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan undang-undang PPN dan PPnBM, yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh
:
Pengusaha
Kena Pajak melakukan dua macam penyerahan yaitu :
·
Penyerahan terutang
pajak = Rp 25.000.000,00
Pajak Keluaran = Rp 2.500.000,00
·
Penyerahan
tidakterutang pajak = Rp
10.000.000,00
Pajak Keluaran = Rp NIHIL
Pajak
Masukan yang dibayar atas perolehan :
·
Barang Kena pajak dan
Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak Rp
1.500.000,00
·
Barang Kena Pajak dan
jasa pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang tidak terutang pajak Rp
800.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran sebesar Rp 2.500.000,00 adalah hanya sebesar Rp 1.500.000,00.
Sedangkan Pajak Masukan sebesar Rp 800.000,00 tidak dapat dikreditkan karena
berkaitan dengan penyerahan yang tidak terutang pajak.
Penyerahan Yang Terutang dan Tidak Terutang Pajak
Tidak Dapat Dengan Pasti
Apabila
dalam masa pajak, pengusaha kena pajak di samping melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan
pajak masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan
pasti, maka untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada pengusaha kena
pajak, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang
terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sebagaimana PPN telah diamanatkan oleh pasal 9 ayat (6) Undang-Undang
PPN dan PPnBM.
Pedoman dimaksud diatur dalam
peraturan Menteri Keuangan No. 78/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan
pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan
yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak yang berlaku mulai
tanggal 1 April 2010.
Hal yang perlu dipedomani meliputi:
1. Aturan
umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009 Terutang PPN dan
PPnBM.
a. Pajak
Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
dan/atau Impor Barang Kena Pajak.
b. Penyerahan
yang Terutang Pajak adalah penyerahan barang atau jasa yang dikenai Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai, tidak termasuk penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai.
c. Penyerahan
yang Tidak Terutang Pajak adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
2. Karakteristik
pengusaha kena pajak.
Peraturan
Menteri Keuangan ini ditujukan kepada pengusaha Kena Pajak yang
karakteristiknya yaitu pengusaha kena pajak:
a. Melakukan
kegiatan usaha terpadu (integrated) terdiri
atas:
·
Unit atau kegiatan yang
melakukan penyerahan yang terutang pajak; dan
·
Unit atau kegiatan lain
yang melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak;
b. Usaha
yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
c. Usaha
yang menghasilkan, memperdagangkan barang, usaha jasa yang atas penyerahannya
terutang pajak dan yang tidak terutang pajak; atau
d. Usaha
yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak
terutang pajak,
Sedangkan Pajak
Masukan untuk penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti,
jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang
pajak dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan.
3. Pedoman
penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 yaitu:
P = PM x Z
|
dengan
ketentuan:
P = Jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkannya;
PM =
Jumlah pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
Z =
Persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang pajak terhadap
penyerahan seluruhnya.
4. Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang telah mengkreditkan Pajak
Masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan sebagaimana dimaksud dalam
angka 3, harus menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan.
5. Pedoman
penghitungan yang digunakan untuk penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan:
a. Untuk
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu)
tahun:
P’ = PM x Z’
T
|
Dengan Ketentuan:
P’ =
jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku;
PM =
jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
T =
masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang ditentukan sebagai
berikut:
·
Untuk Barang Kena Pajak
berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun;
·
Untuk Barang Kena Pajak
selain tanah dan bangunan dan jasa Kena Pajak adalah 4 (empat) tahun;
Z’ =
persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang pajak terhadap
seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku;
b. Untuk
Barang Kena Pajak yang masa manfaatnya 1 (satu) taun atau kurang:
P’ = PM x Z’
|
Dengan
ketentuan:
P’ = jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
dalam satu tahun buku;
PM = jumlah Pajak Masukan atas
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
Z = persentase yang sebanding dengan jumlah
penyerahan yang terutang pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun
buku.
6. Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali sebagaimana
dimaksud dalam angka 5, diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun buku.
7. Penghitungan
kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak perlu dilakukan dalam hal
masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam angka 5 huruf “a” tersebut telah berakhir.
8. Pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
ini tidak berlaku bagi pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-Undang PPN dan
PPnBM.
TATA CARA PENGHITUNGAN PENGKREDITAN
PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG
PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK
Pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang
tidak terutang pajak
1. Pengusaha
kena pajak yang melakukan kegiatan usaha terapadu, sebagaia contoh pengusaha
kena pajak yang mengjasilkan jagung (jangung bukan merupakan barang kena
pajak). yang
2. Pengusaha
kena pajak yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak
terutang PPN, sebagai contoh pengusaha kena pajak yang bergerak dibidang
perhotelan, disamping malakukan usaha jasa dibidang perhotelan, juga melakukan
penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha.
3. Pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya
terutang dan yang tidak terutang PPN.
4. Pengusah
kena pajak yang menghasilkan kena pajak yang terutang PPN dan yang dibebaskan
dari pengenaan PPN.
untuk pengusaha kena pajaka yang mealakukan
penyerahaan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak
sebagai mana tersebut di atas, perlakukan pengkreditan pajak masukan sebagai
berikut:
1. Pajak
masukan atas perolehan barang kena pajak dan jasa kena pajak yang nyata-nyaa
hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang PPN, dapat
dikreditkan seluruhnya.
2. Pajak
masukan atas perolehan barang dan jasa kena pajak yang nyata-nyata hanya
digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang pajak PPN atau
mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan
seluruhnya.
3. Sedangkan
pajak masukan atas perolehan barang dan jasa kenak pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya
untuk penyerahan yang terutang pajak dan penyeraha yang tidak terutang pajak,
pengkreditannya menggunaka pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan
sebagai mana diatur dalam PMK ini.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengamatan yang penulis lakukan selama melakukan kerja praktek serta
analisa yang dilakukan terhadap pokok bahasan yang telah diuraikan dan
dijelaskan pada Bab-Bab sebelumnya, maka penulis mencoba untuk menyimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
a.
Prosedur Pajak Masukan dan
Pajak Keluaran di PT. Industri Telekomunikasi Indonesia ( persero
), telah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prosedur dan
undang-undang yang telah ditentukan. Baik dalam pemrosesan maupun kelengkapan
dokumen-dokumen yang mendukung untuk dilakukannya penghitungan dalam proses
pembayaran PPN yang terutang. Dalam penggunaan faktur pajak standar yang dibuat
untuk dilakukan pemungutan PPN telah dilaksanakan dengan benar.
b.
Pelaksanaan Penyetoran ataupun
Pembayaran PPN di PT. Industri Telekomunikasi Indonesia ( persero), telah
terlaksana dengan baik. Baik dalam penyetoran, menggunakan formulir Surat
Setoran Pajak ( SSP ) sebanyak 5 lembar, dan dalam pengisiannya dilaksanakan
secara baik dan benar. PT. Industri Telekomunikasi Indonesia ( persero) selalu
tepat waktu dalam menyetorkan PPN yaitu sebelum tanggal 15 Masa pajak berikutnya,
dan apabila terjadi lebih bayar akan dilakukan kompensasi untuk masa pajak
bulan berikutnya.
2.
SARAN
Saran
di kemukakan dengan harapan dapat berguna dan dapat menunjang aktifitasnya
terutama yang berhubungan dengan Prosedur pajak masukan dan pajak keluaran.
Adapun saran- saran yang ingin disampaikan oleh penulis kepada perusahaan
adalah sebagai berikut:
a.
Dalam melakukan penginputan
faktur lebih baik dilakukan dengan lebih teliti supaya tidak salah dalam
outputnya. Sehingga tidak kesulitan untuk menyesuaikannya berulang kali serta
agar prosedur pajak masukan dan pajak keluaran dilaksanakan dengan baik.
b.
Data yang diarsipkan lebih baik
di cek setiap tahun agar lebih rapi dan lebih mudah dalam mengarsipkannya.
0 komentar:
Posting Komentar